Jurnal Sumber Daya Alam
“PEMBANGUNAN EKONOMI YANG MENJAMIN KEBERLANJUTAN EKSISTENSI ALAM DAN KESEIMBANGAN LINGKUNGAN HIDUP”
Disusun Oleh :
Kelompok
Afiaty Rizki (20212298)
Citra Chandramita (21212626)
Kartika Ratna Sari (24212034)
Megi Nugrahawan (24212521)
Olga Delias Saputri (25212595)
KELAS 1EB08
FAKULTAS EKONOMI JURUSAN AKUNTANSI
Mata Kuliah : Perekonomian Indonesia (softskill)
Dosen : Ibu Zaidatun Ekastuti
PENDAHULUAN DAN LATAR BELAKANG
Perekonomian
merupakan hal penting yang harus senantiasa dikembangkan karena menyangkut hidup
orang banyak. Namun, di tengah maraknya pembangunan perekonomian sekarang ini,
terjadi masalah dilematis yang cukup rumit, yaitu menyangkut pembangunan perekonomian
pada satu sisi dan pelestarian alam pada sisi yang lain. Berkurangnya
sumber daya alam, polusi pabrik dan alih fungsi lahan hijau menjadi lahan
perekonomian, merupakan contoh akibat dari pembangunan ekonomi yang tidak selaras
dengan pelestarian alam.
Pembangunan
ekonomi berwawasan lingkungan adalah pembangunan berkelanjutan dibidang ekonomi yang
tidak hanya berorientasi hasil untuk saat ini tetapi juga berorientasi padamasa
depan dengan titik fokus pada keberlangsungan pelestarian lingkungan,
sebagaimana diketahui
bahwa barometer keberhasilan sebuah pembangunan adalah keselarasan antara pertumbuhan ekonomi
yang tinggi dan pembangunan berkesinambungan yang ditandai dengan tidak
terjadinya kerusakan sosial dan kerusakan alam. Oleh karena itu, pembangunan
ekonomi berwawasan
lingkungan harus diterapkan demi keberlanjutan kehidupan
Secara
ringkas dapat dikatakan bahwa pembangunan ekonomi yang semata-mata ditujukan untuk
memperoleh keuntungan tanpa memperhatikan keberlangsungan alam dan lingkungan
akan membawa dampak negatif tidak hanya bagi alam tetapi juga bagi masyarakat.
Salah satu dampaknegatif yang ditimbulkan adalah berkurangnya sumberdaya alam,
pencemaran udara akibat polusiindustri dan pembangunan infrastruktur yang
identik dengan perusakan alam. Namun, hal tersebut dapat dicegah dengan
menerapkan program pelaksanaan pembangunan ekonomi yang berwawasan lingkungan.
Katrin Retno Gupito
Johanna M. Kodoatie1
(Mahasiswa IESP Fakultas Ekonomika dan Bisnis
Universitas Diponegoro)
Pembangunan
ekonomi berjalan hampir beriringan dengan menurunnya daya tahan dan fungsi
lingkungan hidup, pembangunan yang terlalu berorientasi dalam mengejar
pertumbuhan seringkali mengabaikan aspek pengelolaan lingkungan. Pembangunan
yang bertujuan mensejahterakan masyarakat pada akhirnya justru menjadi perusak
sistem penunjang kehidupan dalam hal ini lingkungan hidup. Pembangunan harus
tetap berjalan dengan tidak melupakan pengelolaan lingkungan hidup, secara umum
pembangunan yang berkelanjutan bertumpu pada ekonomi, lingkungan hidup, dan
sosial budaya. Oleh karena itu pertumbuhan ekonomi saja tidak cukup, tetapi
dibutuhkan pembangunan yang berwawasan atau ramah lingkungan hidup (Todaro, 2009).
Pembangunan ekonomi yang ada telah banyak mencemarkan
alam sekitar, serta mengakibatkan penurunan kualitas lingkungan. Masalah lingkungan
hidup sebenarnya sudah ada sejak dahulu, dan bukanlah masalah yang hanya
dimiliki atau dihadapi oleh kabupaten/kota maju ataupun yang miskin, tapi
masalah lingkungan hidup merupakan masalah bagi seluruh daerah. Penurunan
kualitas lingkungan dapat terjadi akibat emisi yang berasal dari industri,
transportasi, pertanian dan kehutanan. Sebagian besar daerah yang sedang berkembang
mulai beralih dari yang berfokus pada sektor pertanian menjadi sektor industi,
tentunya yang bertujuan untuk meningkatkan PDRB dari sektor industri terhadap
PDRB perkapita (Ananta,1990). Gas rumah kaca berasal dari beberapa sumber
dilihat dari beberapa sektor, yaitu :
- Sektor Industri : kegiatan pabrik pabrik industri, cerobong asap rumah produksi, limbah hasil pengolahan.
- Sektor transportasi: pengeluaran gas pembakaran alat bantu
- Sektor kehutanan : kegiatan pengrusakan/ pembakaran hutan, penebangan hutan, perubahan kawasan hutan menjadi bukanhutan, menyebabkan lepasnya sejumlah emisi GRK yang sebelumnya disimpan di dalam pohon.
- Sektor pertanian: Dari sektor pertanian, emisi GRK terutama metana dihasilkan dari sawah yang tergenang, pemanfaatan pupuk, pembakaran padang sabana dan pembusukan sisa-sisa pertanian.
Sektor kehutanan mempunyai kontribusi yang sangat besar terhadap emisi CO₂ di Indonesia. Emisi tersebut dari sektor kehutanan terkait dengan proses deforestasi (landuse, land use change, and forestry) yang disertai dengan kebakaran hutan. Bank Dunia (2009) mengestimasi alih fungsi lahan (land use change) dan deforestasi di Indonesia sekitar 2 juta hektar per tahun. Secara lebih detail, Forest Watch Indonesia (FWI) dan Global Forest Watch (GFW) mencatat laju perubahan kehutanan besar besaran di Indonesia sekitar 1 juta hektar per tahun sepanjang tahunnya.
Menurut Badan Lingkungan Hidup Sektor kehutanan menjadi salah satu topik yang menarik untuk diperbincangkan dalam konteks perekonomian Internasional. Pasalnya sektor ini memiliki beberapa alasan, antara lain:
- Permintaan terhadap produk-produk kehutanan selalu meningkat. Meskipun demikian,perdagangan atas produk kehutanan tidak banyak yang diperdagangkan dalam pasarglobal dan hanya terfokus pada konteks regional sehingga diperlukan perluasan pasar.
- Produksi kehutanan yang berasal dari hutan tropis hanya memiliki porsi kecil dalam pasar global.
“Hak-hak Masyarakat Adat dan
Masalah serta Kelestarian Lingkungan Hidup di Indonesia”
Sandra Moniaga
Dalam
kaitannya dengan permasalahan lingkungan hidup, sebagian kelompok memposisikan
mereka sebagai kelompok yang diidealkan dalam berhubungan dengan alam dengan
menekankan pada realita akan adanya hubungan spiritualitas dari
masyarakat-masyarakat adat dengan alam. Sedangkan kelompok lain, termasuk
pemerintah orde baru, mereka dianggap sebagai penghambat utama dari
perkembangan “kemajuan” khususnya dari segi ekonomi.
Di Indonesia, kita seharusnya merasa beruntung dengan
adanya masyarakat-masyarakat adat yang barangkali berjumlah lebih dari seribu kelompok.
Keberadaan mereka merupakan suatu kekayaan bangsa karena artinya ada lebih dari
seribu ragam ilmu pengetahuan yang telah mereka kembangkan. Ada lebih dari
seribu bahasa yang telah dimanfaatkan dan dapat membantu pengembangan khasanah
bahasa Indonesia dan masih banyak lagi hal lain yang
Dimensi lain dari hubungan masyarakat adat dan
lingkungan adalah adanya kenyataan dimana sebagian masyarakat adat juga ikut
bekerja bersama pihak-pihak yang mengembangkan kegiatan yang merusak
lingkungan. Dalam hal ini ada individu-individu yang terlibat dalam kegiatan
pembabatan hutan dan penambangan skala besar baik sebagai karyawan maupun
sebagai perorangan danatau kelompok masyarakat yang tidak memiliki alternatif
sumber pendapatan lain.Dalam konteks ini, sejauh kegiatan tersebut bukan
merupakan keputusan kolektif dari masyarakat adat yang bersangkutan maka
haruslah ditempatkan sebagai kegiatan dan tanggung jawab individual dari
pelakunya. Sedangkan apabila kegiatan tersebut memang diputuskan sesuai adat
mereka, maka haruslah diterima sebagai keputusan kelompok yang bersangkutan dan
bukan merupakan tanggung jawab dari seluruh masyarakat adat.
Betul sudah ada kemajuan dalam hal kebebasan
berekspresi, berkumpul dan berorganisasi dirasakan banyak pihak. Namun belum
ada perubahan mendasar dari politik ekonomi pengelolaan sumber daya alam di
negeri ini. Istilahnya, masih business as ussual. Belum terasa adanya angin
reformasi di sector kehutanan, pertambangan, mineral dan energi apalagi di
kelautan dan perikanan yang baru ‘digarap’. Padahal amandemen UUD 1945 kedua
dan ketiga mulai mengakui hak-hak masyarakat adat (yang terkadang disebut
sebagai masyarakat hukum adat, di pasal lain sebagai masyarakat tradisional).
Serta Sidang Tahunan MPR bulan Nopember lalu telah menetapkan Tap. No.
IX/MPR-RI/2001 tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam yang
antara lain dalam pasal 4 menetapkan prinsip: “melaksanakan fungsi sosial,
kelestarian, dan fungsi ekologis sesuai dengan kondisi sosial budaya setempat” dan
“mengakui, menghormati, dan melindungi hak masyarakat hukum adat dan keragaman
budaya bangsa atas sumber daya agraria/sumber daya alam”. Memperbaharui kelembagaan
dan program yang nyata dan dapat menjawab permasalahan kemiskinan, konflik,
ketimpangan dan ketidakadilan sosial-ekonomi rakyat serta kerusakan ekosistem.
(TumbuSaraswati, 2001)
Pengelolaan sumber daya alam berbasis masyarakat,
termasuk masyarakat adat, seharusnya dijadikan paradigma acuan dalam
menerjemahkan penghormatan hak-hak asasi masyarakat adat dan pelestarian
lingkungan sebagai jawaban atas permasalahan selama ini terjadi. Ibarat ratusan
perpustakaan yang sedang terbakar, demikian kondisi masyarakat adat kita dengan
kekayaan pengetahuan mereka dalam mengelola serta hidup dengan lingkungan
secara bersahabat. Selagi belum terlambat, mari segera kita selamatkan. Tanpa
ada perubahan paradigmatis dan pembenahan atas berbagai peraturan perundangan, kelembagaan
dan program yang terkait maka amandemen UUD 1945 dan pengesahan Tap
IX/MPR-RI/2001 hanyalah tirai asap lain atas impunity, pelanggaran HAM dan
perusakan lingkungan yang sistematik.
“ Paradigma Baru Pembangunan
Indonesia Berbasis Kelautan”
Prof. Dr. Ir. H. Rokhmin Dahuri
(Guru Besar Tetap Bidang Pengelolaan Sumberdaya
Pesisir dun Lautan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB)
Orasi
ilmiah yang diberi judul "Paradigma Baru Pembangunan Indonesia Berbasis
Kelautan" ini menggagas paradigma pembangunan bangsa berbasis kelautan
yaitu paradigma pembangunan yang memberi arahan dalarn pendayagunaan sumberdaya
kelautan untuk mewujudkan pertumbuhan ekonomi (kemakmuran), pemerataan
kesejahteraan (keadilan sosial), dari terpeliharanya daya dukung ekosistem
pesisir dan laut secara seimbang. Rumusan paradigma pembangunan disusun
berdasarkan pada potensi, peluang, permasalahan, kendala dan kondisi pembangunan
kelautan yang ada, juga mempertimbangkan pengaruh lingkungan strategis terhadap
pembangunan nasional seperti otonomi daerah dan globalisasi.
Adalah fakta fisik yang tak terbantahkan bahwa wilayah
lndonesia berupa laut, ditaburi dengan 17.500 lebih pulau, yang dirangkai oleh
garis pantai sepanjang 81.000 km yang merupakan garis pantai terpanjang kedua
di dunia setelah Kanada. Bentangan jarak dari wilayah darat di ujung barat (Sabang)
ke ujung timur (Merauke) sebanding dengan dari London sarnpai ke Baghdad
(timur). Sedangkan rentang wilayah darat dari ujung utara (Pulau Miangas, Kabupaten
Sangihe Talaud) sampai ke ujung selatan (Pulau Rote) hampir sama dengan jarak antara
utara di Jerman hingga ke selatan di Aljajair (Soegondo dalam Suryanegara, 2000).
Lebih dari itu, laut besarnya kawasanpesisir yang mengitarinya mengandung
potensi ekonomi (pembangunan) yang sangat besar dan beraneka-ragam. Oleh karenanya,
masyarakat dunia mengenal Indonesia sebagai negara bahari dan kepulauan
terbesar di dunia dengan keanekaragaman hayati laut terbesar (mega marine
biodiversity) (Polunin,1983). Kondisi geografis ini dilengkapi dengan kenyataan
bahwa letak Indonesia berada pada posisi geopolitis yang strategis yakni Lautan
Pasifik dan Lautan Hindia-sebuah kawasan paling dinamis dalam masa dan
percaturan politik, pertahanan dan keamanan dunia. Dengan alasan geo-ekonomi dan
geo-politik tersebut seharusnya sudah cukup hebat, bila pembangunan kelautan
selayaknya menjadi aset utama (mainstream) pembangunan nasional. Di samping itu
banyak argumen lain yang memperkuat mengapa pembangunan berbasis kelautan
seharusnya dijadikan aset utama pembangunan nasional kita baik secara ekonomi,
politik, sosial dan budaya. Pertama, karena sumber daya kelautan yang sangat
berlimpah dan kaya maka Indonesia memiliki keunggulan kompetitif yang sangat
tinggi.
Industri yang berbasis sumberdaya kelautan memiliki
keterkaitan ( backward and forward lingkage) yang sangat hat dengan industri
dan aktifitas ekonomi lainnya, sehiigga mengembanggakan industri berbasis
kelautan berarti juga menghidupkan dan mendorong aktifitas ekonomidi sektor
lainnya. Ini termasuk usaha komunikasi, perdagangan, pengolahan,dan jasa-jasa
lainnya.
Sumberdaya kelautan sebagian besar merupakan sumberdaya
yang senantiasa dapat diperbarui (renewable resources) sehingga keunggulan
komparatif dan kompetitif ini dapat dipertahankan dalam jangka panjang asal diikuti
dengan pengelolaan yang arif.
Dari aspek politik-dengan kondisi geopolitis sebagaimana
disebutkan maka stabilitas politik dalam negeri dan luar negeri dapat tercapai
bila kita memiliki jaminan keamanan dan pertahanan dalam menjaga wilayah
kedaulatan perairan kita.
Dari sisi sosial
dan budaya-sebenarnya menjadi pembangunan berbasis kelautan sebagai arus utama
pembangunan bangsa kembali (reinventing) aspek kehidupan yang pernah secara
dominan ada dalam budaya dan tradisi kita sebagai bangsa. Sejarah mencatat
bahwa dalam beberapa abad lamanya pusat-pusat pertumbuhan ekonomi dan peradaban
yang berada di wilayah Nusantara ini memiliki kekuatan ekonomi dan politiknya
dengan berbasis pada sumber daya kelautan. Pada saat itu, laut telah menjadi
media hubungan nasional dan internasional, serta menjadi kawasan penting secara
politik, ekonomi dan militer pada tingkat dunia.
Tawaran
pembangunan berbasis kelautan dijadikan alasan utama dalam pembangunan bangsa
kita rnerupakan suatu ha1 yang wajar, relevan dan suatu keniscayaan. Namun
tentu ada suatu pertanyaan apa dan berbasis sumberdaya kelautan dalam kontek
pembangunan nasional selama ini. Justru disinilah ironi dan kenyataan pahit yang
barus kita akui bahwa selama ini atau setidaknya dalam tiga dasawarsa lebih
kita melaksanakan pembangunan nasional dengan lebih terencana dan sistematis,
tetapi pembangunan berbasis sumberdaya kelautan masih diabaikan. Singkatnya,
sebelum era reformasi pembangunan berbasis kelautan dianggap sebagai sektor
pinggiran. Dan, jika perkembangan dan kinerja sektor ekonomi berbasis kelautan
ini jauh dari potensi yang dimiliki dan jauh dari harapan bangsa ini, kala itu
merupakan harga yang harus dibayar karena kelalaian serta ignorance kita
sendiri sebagai bangsa di masa lalu.
PENCAPAIAN HASIL-HASIL PEMBANGUNAN KELAUTAN
PENCAPAIAN HASIL-HASIL PEMBANGUNAN KELAUTAN
Dibandingkan dengan potensi dan peranan sumberdaya
kelautan yang sedemikian besarnya sebagaimana diuraikan sebelumnya, pencapaian
hasil-hasil (achieuenzent) pembangunan berbasis kelautan yang selama ini dilakukan
sungguh masih jauh dari optimal. Pencapaian hasil-hasil pembangunan di sektor
yang berbasis sumberdaya kelautan selama ini memberikan gambaran yang beragam.
Dari ketujuh sektor yang dapat digolongkan sebagai lapangan-lapangan usaha di
bidang kelautan yaitu (1) perikanan, (2) pariwisata bahari, (3) peanambangan dan
energi, (4) industri maritime (5) transportasi laut, (6) bangunan kelautan dan
(7) jasa kelautan, nampak bahwa masing-masing sektor mencapai hasil yang
berbeda. Dari ketujuh sektor tersebut, hanya pertambangan dan energi yang telah
memberikan hasil dan sumbangan yang nyata terhadap perekonomian bangsa.
Sementara sektor perikanan dan pariwisata walaupun secara potensial sangat
besar, hasil-hasil yang dicapai mash jauh dari harapan. Demikian pula halnya
dengan sektor perhubungan laut, bangunan kelautan, industri maritim dan
jasa-jasa kelautan lainnya belum berkembang secara optimal, dan bahkan jauh
terlinggal. Padahal justru dari sumbangan sektor perikanan dan pariwisata
bahari itu sebenarnya kita akan dapat memperoleh manfaat yang lebih panjang dan
berkelanjutan, mengingat bahwa sumberdaya perikanan dan pariwisata bahari
mempakan sumberdaya yang bersifat renewable resources. Di samping itu sektor
perikanan dan pariwisata bahari juga dapat memberikan manfaat lain yang kurang
dapatdisumbangkan sector pertambangan dan energi, yaitu selain menciptakan
pertumbuhan, pada saat yang sama juga dapat mendorong terciptanya pemerataan
secara lebih adil.
KESIMPULAN
Perekonomian
harus selalu mengalami perkembangan karna menyangkut kehidupan masyarakat. Ditengah maraknya
pembangunan perekonomian di negara kita, terselip masalah yang cukup rumit,
yaitu antara ketidakseimbangan pembangunan disatu sisi dan masalah peletarian
alam disisi lain. Contoh akibat dari masalah ini adalah pencemaran, pengeksploitasian
sumber daya alam, alih fugsi lahan hijau menjadi ladang menghasilkan uang.
Pembangunan ekonomi berwawasan
ligkungan merupakan pembangunan keberlanjutan dibidang ekonomi yang
berorientasi pada masa depan dan terfokus pada pelestarian dilingkungan. Hal
antara keselarasan pembangunan dan lingkungan itulah yang menjadi barometer
keberhasilan pembangunan.
Pembangunan
ekonomi yang ada telah
banyak mencemarkan alam sekitardan menurunkan kulitas lingkungan. Masalah ini menjadi tanggung
jawab kita bersama dalam rangka menciptakan kemajuan pembangunan dan keasrian
lingkungan.
Perindustrian
di Indonesia berkembang pesat dengan semakin banyaknya pabrik yang berdiri
disetiap daerah, namun mereka
menghasilkan limbah yang mencemarkan lingkungan dan polusi yang menghasilkan
hujan asam. Walaupun sektor Industri mendatangkan keuntungan besar, hujan asam
yang timbul tersebar
di udara dapat merusak tanaman dan tanah sehingga hasil yang didapat tidak
bagus bahkan kurang baik jika dikonsumsi manusia.
Karna itu menurut kelompok
kami alangkah baiknya jika sector industry maupun sector lainnya yang
memanfaatkan Sumber Daya Alam bisa menyeimbangkan antara produksi perindustrian
yang terus menerus dengan kondisi alam yang tetap bisa terjaga dan terus
berkembang, tidak hanya mengambil dan memanfaatkannya saja. Selain itu juga
bisa dilihat dampak negative atau positif baik dari segi jangka panjang maupun
jangka pendeknya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar